Minggu, 03 Juli 2011

Belajar dari Pak Hoegeng (1921-2004)



Orang yang mau membersihkan Polisi harus sebersih Polisi Tidur . Ada guyonan di masyarakat tentang kejujuran seorang Polisi bahwa hanya ada dua polisi yang tidak bisa disuap, yaitu Polisi Hoegeng dan polisi tidur. Belajar dari Pak Hoegeng untuk menjadi Polisi yang dicintai masyarakat ,memang tidak semudah yang diucapkan tapi kenyataan inilah model Polisi  teladan yang bisa dijadikan “Tuntunan bukan tontonan ” (bukan seperti sekarang polisi dijadikan Tontonan). Inilah cerita singkat tentang Hoegeng Untuk dijadikan renungan bagi para saya (Bhayangkara )
Kejujuran Hoegeng dalam keseharian maupun di lingkungan Polri tak diragukan lagi. Semua tercatat dalam buku yang diterbitkan Bentang Pustaka, Yogyakarta, Hoegeng. Saat bertugas di Medan, Sumatra Utara (Sumut), banyak peristiwa mencengangkan dilakukan ayah tiga anak ini. Dia mengeluarkan secara paksa perabotan di rumah dinasnya. Perabotan mahal-mahal itu ditaruh di pinggir jalan. Kelakuan itu bukan tanpa alasan. Barang-barang itu sebagai pelicin dari cukong agar bisnis ilegalnya berjalan mulus.
Hoegeng juga pernah marah-marah sambil melemparkan berbagai hadiah (parsel) ke luar jendela. Walaupun nilainya kecil, tetap saja itu sogokan, dan pasti ada maunya. Peristiwa itu seperti baru terjadi kemarin sore dan hingga kini melegenda di Kepolisian RI, khususnya di Medan, kata Jenderal Pol Kuntarto yang menjadi kapolda Sumut tahun 1987-1988. Kehadiran Hoegeng di Sumut untuk menumpas bisnis ilegal, penyelundupan, dan judi. Bisnis itu berjalan lancar, karena saat itu ada backing dari oknum tentara dan oknum polisi. Hoegeng kemudian merunut jejak praktik kongkalikong itu. Ia menemukan, ujung-ujungnya adalah Cina Medan. Sedangkan oknum aparat tak lebih sebagai kacungnya. Sebuah kenyataan yang amat memalukan, gumam Hoegeng dengan geram dihalaman 50 buku itu.
Di tangan pria kelahiran Pekalongan ini, para penjudi dan penyelundup tak bisa berkutik. Semua ditangkap, termasuk para backing diproses secara hukum. Sukses di Sumut, Hoegeng mendapat tugas memberantas KKN di Jawatan Imigrasi, lalu menjadi menteri Iuran Negara. Dia pun berhasil menjalankan tugasnya. Lalu dikembalikan ke kepolisian sebagai kapolri menggantikan Soetjipto yang mundur.
Hoegeng dilantik oleh Presiden Soeharto pada 15 Mei 1968. Sebelumnya, Soeharto mengingatkan kepada Hoegeng agar polisi tak memikirkan tugas angkatan lain yang memiliki fungsi tempur. Hendaknya polisi menjalankan tugas sesuai fungsinya, dan jangan ada lagi faksi di kalangan perwira yang membuat persaingan tidak sehat. Hoegeng setuju. Namun, dia juga meminta agar angkatan lain pun tidak mencampuri urusan intern Kepolisian. Soeharto hanya diam. Bahkan hingga berhenti sebagai kapolri, Hoegeng tidak tahu bagaimana sikap Soeharto yang sebenarnya.
Selama Menjadi menjadi kapolri, Hoegeng sangat disiplin. Sebelum jam tujuh pagi sudah datang di kantor. Dari rumah dinasnya di Menteng menuju Mabes Polri di Kebayoran Baru selalu ditempuh dengan rute berbeda. Cara ini dilakukan agar kapolri mengetahui kondisi lalu lintas, termasuk kesiagaan polisi lalu lintasnya. Jika terjadi kemacetan di jalan, ia tak ragu turun dari kendaraannya mengatur lalu lintas. Hoegeng menjalankan dengan ikhlas, seraya memberi contoh kepada anak buahnya di lapangan.Sebagai pucuk pimpinan Kepolisian, Hoegeng pun dekat dengan masyarakat.
Baginya tidak perlu ada gardu penjaga di halaman rumah agar setiap orang tidak merasa takut atau enggan bertamu ke rumahnya. Dia menjadikan rumahnya sebagai rumah komando yang terbuka 24 jam untuk urusan dinas kepolisian. Selama ia menjabat sebagai kapolri ada dua kasus menggemparkan masyarakat. Pertama kasus Sum Kuning, yaitu pemerkosaan terhadap penjual telur, Sumarijem, yang diduga pelakunya anak-anak petinggi teras di Yogyakarta. Ironisnya, korban perkosaan malah dipenjara oleh polisi dengan tuduhan memberi keterangan palsu. Lalu merembet dianggap terlibat kegiatan ilegal PKI. Nuansa rekayasa semakin terang ketika persidangan digelar tertutup. Wartawan yang menulis kasus Sum harus berurusan dengan Dandim 096. Hoegeng bertindak. Kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Mahaesa. Jadi, walaupun keluarga sendiri, kalau salah tetap kita tindak. Geraklah the sooner the better, tegas Hoegeng di halaman 95.
Kasus lainnya yang menghebohkan adalah penyelundupan mobil-mobil mewah bernilai miliaran rupiah oleh Robby Tjahjadi. Berkat jaminan, pengusaha ini hanya beberapa jam mendekam di tahanan Komdak. Sungguh berkuasanya si penjamin sampai Kejaksaan Jakarta Raya pun memetieskan kasus ini. Siapakah si penjamin itu?
Tapi, Hoegeng tak gentar. Di kasus penyelundupan mobil mewah berikutnya, Robby tak berkutik. Pejabat yang terbukti menerima sogokan ditahan. Rumor yang santer, gara-gara membongkar kasus ini pula yang menyebabkan Hoegeng di pensiunkan, 2 Oktober 1971 dari jabatan kapolri. Kasus ini ternyata melibatkan sejumlah pejabat dan perwira tinggi ABRI (hlm 118).
Bayangan banyak orang, memasuki masa pensiun orang pertama di kepolisian pasti menyenangkan. Tinggal menikmati rumah mewah berikut isinya, kendaraan siap pakai. Semua itu diperoleh dari sogokan para pengusaha. Ternyata masa menyenangkan itu tidak berlaku bagi Hoegeng yang anti disogok. Pria yang pernah dinobatkan sebagai The Man of the Year 1970 ini pensiun tanpa memiliki rumah, kendaraan, maupun barang mewah. Rumah dinas menjadi milik Hoegeng atas pemberian dari Kepolisian. Beberapa kapolda patungan membeli mobil Kingswood, yang kemudian menjadi satu-satunya mobil yang ia miliki. Pengabdian yang penuh dari Pak Hoegeng tentu membawa konsekuensi bagi hidupnya sehari-hari. Pernah dituturkannya sekali waktu, setelah berhenti dari Kepala Polri dan pensiunnya masih diproses, suatu waktu dia tidak tahu apa yang masih dapat dimakan oleh keluarga karena di rumah sudah kehabisan beras.
Itulah sekadar beberapa catatan kenangan untuk Pak Hoegeng yang hidupnya senantiasa jujur, seorang yang menjadi simbol bagi hidup jujur, dan simbol bagi kejujuran yang hidup. Ada guyonan di masyarakat tentang kejujuran seorang Hoegeng bahwa hanya ada dua polisi yang tidak bisa disuap, yaitu Polisi Hoegeng dan polisi tidur. Berbagai gebrakan internal ataupun ekternal telah dilakukan dalam rangka membersihkan polisi yang melakukan pelanggaran dan “nakal” dan harus berkomitmen menyeret polisi ke pengadilan jika terbukti bersalah. Keberhasilan dalam membersihkan internal kepolisian akan menjadi poin tersendiri dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kepolisian.
Mestinya pelbagai kejadian buruk bisa berkurang, apalagi polisi sudah dilepaskan dari TNI. Pada masa transparansi, akuntabilitas, dan transisi demokrasi, seperti sekarang ini, jajaran kepolisian dituntut untuk bisa membersihkan berbagai masalah, terlebih lagi korupsi di dalam tubuh polisi itu sendiri. Sebagai salah satu institusi yang memiliki peran besar dalam proses pengamanan dan keamanan negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) harus terus untuk berbenah diri menuju polisi yang profesional.dilema yang dirasakan oleh bhayangkara saat ini adalah satu sisi  ingin berubah dan disatu  juga masih butuh ”materi” untuk kehidupan sehari-hari. Figur seorang pemimpin di tubuh aparat kepolisian di manapun posisinya harus mampu mendorong perbaikan citra polisi secara kualitatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar